PERANAN
ENZIM DALAM PETERNAKAN
Penambahannya dalam
ransum dapat menghemat sekitar Rp 25 – Rp 40 per kg pakan
Satu hal yang jarang disadari peternak, tidak keseluruhan zat nutrisi pakan mampu diserap oleh sistem pencernaan tubuh ayam. Sejumlah ilmuwan menyebut, selama ini kecernaan ransum rata-rata hanya pada kisaran 75 % - 85 % saja. Sisanya, 15 %-25% ransum yang dikonsumsi terbuang sebagai kotoran. Sepintas nilai ini tampak tidak besar, namun jika dimanfaatkan, kualitas dan efisiensi pakan niscaya dapat ditingkatkan.
Satu hal yang jarang disadari peternak, tidak keseluruhan zat nutrisi pakan mampu diserap oleh sistem pencernaan tubuh ayam. Sejumlah ilmuwan menyebut, selama ini kecernaan ransum rata-rata hanya pada kisaran 75 % - 85 % saja. Sisanya, 15 %-25% ransum yang dikonsumsi terbuang sebagai kotoran. Sepintas nilai ini tampak tidak besar, namun jika dimanfaatkan, kualitas dan efisiensi pakan niscaya dapat ditingkatkan.
NSP dan Asam Phytat
Budi Tangendjaja, ahli
nutrisi dan peneliti dari Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi Bogor
menjelaskan dalam pakan terdapat substrat-substrat tertentu yang tidak bisa
dicerna lantaran tidak adanya enzim yang spesifik mencernanya. Substrat
tersebut adalah senyawa yang berupa polisakarida bukan pati (Non Starch
Polisakarida/NSP) dan asam phytat. NSP banyak terkandung didalam bahan baku
bijian yang kerap dipakai sebagai sumber energi. Termasuk jagung atau bungkil
kedelai yang banyak digunakan di Indonesia. Di temui di kantornya, Budi
memaparkan, kandungan NSP dalam tiap bahan baku berbeda-beda. Jagung misalnya,
paling tidak mengandung 11,7 % NSP dalam tiap % bahan keringnya. Gandum, 11,9
%; Barley, 12,6 % ; tepung kedelai memiliki kandungan NSP 22,7 % dan sorgum
rata-rata memiliki kandungan NSP 12,2 %. Lebih komplek lagi, kata Budi, ”Profil
NSP dari tiap bahan tersebut berbeda-beda.”
NSP merupakan suatu
molekul kompleks besar yang terdapat di dinding sel dan terdiri dari substrat
gula sederhana semisal glukosa, xylose, arabinose. Sedangkan asam phytat adalah
bentuk senyawa yang mengikat fosfor. Isra’ Noor, General Manager PT Alltech
Biotechnology Indonesia menyebut, 70 % kandungan fosfor dalam jagung ada dalam
bentuk phytat. Dalam bentuk asam phytat, fosfor tidak dapat diserap oleh tubuh.
”Artinya perlu strategi khusus untuk membantu menguraikannya menjadi molekul
fosfor sehingga bisa diserap tubuh!”
Perlu Enzim Tambahan
Perlu Enzim Tambahan
Secara terpisah drh
Setijo Purwono - Feed Additive I Business Manager PT Romindo Primavetcom
menjelaskan, untuk dapat diserap tubuh kandungan pakan tersebut harus dipecah
menjadi suatu senyawa yang lebih sederhana. Saat berbincang dengan TROBOS
pertengahan Mei lalu, Setijo Purwono yang akrab disapa Tio ini ini memaparkan
pakan yang masuk dalam tubuh ayam umumnya mengandung karbohidrat, protein dan
lemak. Untuk memotongnya, ibarat kain yang perlu gunting maka zat-zat tersebut
membutuhkan enzim. Enzim inilah yang berperan dalam proses pemecahan komponen makanan
menjadi senyawa sederhana yang dapat diserap. Enzim bukanlah produk yang
berperan sebagai bahan substitusi.
Enzim merupakan molekul protein kompleks
terdiri dari rangkaian asam amino dengan ikatan peptida dan berfungsi sebagai
katalisator dalam reaksi biokimia yang mengontrol proses metabolisme. Isra’
Noor menerangkan, dalam tubuh ternak, enzim merombak komponen – komponen
karbohidrat yang merupakan zat makanan sumber energi. Enzim memainkan peran
dengan memotong – motong polimer karbohidrat menjadi monomer. Sejatinya,
saluran pencernaan telah dilengkapi pula dengan enzim.Untuk enzim yang dapat
diproduksi tubuh ini, istilah yang populer adalah enzim endogenous. Terdiri
atas amilase untuk mencerna karbohidrat, protease mencerna protein dan lipase
mencerna lemak atau minyak. Namun demikian, karena sifat spesifik substrat yang
hanya dapat terbuka dengan enzim khusus – ibarat gembok dengan kunci – maka
banyak pakar menilai perlunya penambahan enzim dari luar (exogenous) untuk
memaksimalkan fungsi pakan. Di pasaran, enzim telah banyak beredar. Diantaranya
enzim pengurai serat : beta-glukanase untuk barley atau xylanase untuk gandum.
Ada juga enzim pengurai protein faktor antinutrisi pada tepung kedelai seperti
lektin dan tripsin. Enzim pengurai pati dan enzim pengurai asam phitat.
Beberapa pakar
mengatakan, kecernaan pakan hingga 100 % bisa disebut sebuah kemustahilan.
Meski demikian, Antonius Agung Wiono yang akrab disapa Agung dari PT SHS
mengatakan penambahan enzim dapat ”menyelamatkan” zat yang semestinya terbuang
sehingga bisa dimanfaatkan.
Menurunkan
Feed Intake
Sementara itu, sejak
kenaikan harga bahan baku terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir, banyak
formulator pakan dan peternak ekstra keras memeras otak demi menemukan formula
pakan yang tepat. Mutu maupun harga. Konversi bijian ke biofuel memicu
berlakunya hukum pasar : suplai terbatas, kualitas menurun, sementara harga
terus melambung. Dalam teknik formulasi pakan, kondisi ini amat memberatkan.
“Di utak-atik seperti apapun, pasti susah menemukan formula pakan yang optimum,
berkualitas dan tidak mahal!” Demikian diungkapkan Agung.
Ketersediaan bahan baku yang sedemikian terbatas, menyebabkan biaya untuk mendapatkan energi sebesar 100 kkal lebih mahal dibandingkan biaya untuk memperoleh 1% protein. Budi Tangendjaja pada TROBOS menyuguhkan data hasil pengamatannya. Saat ini, biaya untuk meningkatkan energi 100 kkal adalah Rp 149. Jauh lebih besar dibandingkan harga untuk meningkatkan protein sebesar 1 % dalam ransum broiler yang besarnya hanya Rp 56 saja. Kenyataan ini berkebalikan dengan kondisi saat bahan baku belum mengalami kenaikan : harga 100 kkal protein pakan hampir sama dengan biaya 1 % protein. Pada 2006 harganya sekitar Rp 40 – Rp 45 saja.
Ketersediaan bahan baku yang sedemikian terbatas, menyebabkan biaya untuk mendapatkan energi sebesar 100 kkal lebih mahal dibandingkan biaya untuk memperoleh 1% protein. Budi Tangendjaja pada TROBOS menyuguhkan data hasil pengamatannya. Saat ini, biaya untuk meningkatkan energi 100 kkal adalah Rp 149. Jauh lebih besar dibandingkan harga untuk meningkatkan protein sebesar 1 % dalam ransum broiler yang besarnya hanya Rp 56 saja. Kenyataan ini berkebalikan dengan kondisi saat bahan baku belum mengalami kenaikan : harga 100 kkal protein pakan hampir sama dengan biaya 1 % protein. Pada 2006 harganya sekitar Rp 40 – Rp 45 saja.
Selanjutnya,“efisiensi”
menjadi kata mutiara yang kerap terucap untuk menjadi jalan tengah. Dan
diantara berbagai upaya yang dilakukan, penggunaan enzim dalam pakan menjadi
salah satu alternatif solusi masalah pakan yang akhir-akhir ini banyak
berkembang. Meski tidak menafikkan adanya pernyataan beberapa pihak,“Nggak
penting, nambah-nambah biaya“. Sebaliknya, Tio mengamati secara umum penambahan
enzim dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Salah satu parameter yang
dijadikan pijakan oleh Tio adalah hubungan antara performa produksi dan nilai
feed intake (asupan pakan). Penambahan enzim, sebagaimana hasil pengamatan
lapang yang disuguhkan Tio, dapat menurunkan feed intake ayam tanpa mengurangi
performa produksi. “Kalau dilihat dengan grafik, akan nampak grafik produksi
tetap sementara feed intake menurun,” Tio menuturkan. Pengamatan yang dilakukan
pada teknik on top (enzim ditambahkan ke dalam ransum standar) menunjukkan feed
intake menurun hingga 2 – 3 gram per kg pakan/hari. Sederhananya, ayam makan
lebih sedikit namun hasil sama baik. Tentu pengurangan feed intake ini menjadi
keuntungan bagi peternak. Sebab, jelas peternak bisa melakukan penghematan dan
efisiensi dari biaya pakan. Dijelaskan Tio, penambahan enzim pada pakan dapat
meningkatkan asupan energi sebesar 50 – 60 kkal/kg pakan. “Energi yang lebih
banyak membuat ayam cepat merasa cukup dan tidak banyak makan,” Tio
menerangkan. Selain itu, dalam teknik reformulasi ransum (pencampuran pakan
yang menghasilkan kandungan ransum lebih rendah dibanding standar dan harga
lebih murah), penambahan enzim dapat menyumbangkan penghematan sekitar Rp 25 –
Rp 40 per kg pakan. “Dan performa yang dihasilkan sama dengan ransum standar,”
tegas Tio.
Menghilangkan
Sifat Antinutrisi
Jamak dipahami, dalam
tiap bahan pakan umumnya terdapat zat-zat tertentu yang bersifat antinutrisi
(menghalangi penyerapan zat nutrisi oleh tubuh). Xylan dan beta-glukan, dua
polimer karbohidrat sebagaimana dicontohkan Isra’ pun demikian. Polimer semacam
ini memiliki karakter viscous (kental/seperti lem). Sifat viscous menutupi
villi – villi usus halus yang merupakan tempat penyerapan makanan. Akibatnya,
absorpsi nutrisi oleh villi – villi tersebut menjadi terhambat. Perombakan
polimer karbohidrat k edalam bentuk yang lebih sederhana mengurangi sifat
viscous sehingga sifat antinutrisinya hilang. Dan berakhir, zat nutrisi dapat
diserap oleh usus secara lebih sempurna.
Dalam proses penyerapan
zat makanan, agar dapat diserap secara keseluruhan proses pemecahan makanan
dalam saluran pencernaan harus berlangsung cepat. Jika tidak, maka maka makanan
tersebut hanya lewat saja di saluran pencernaan. Dan terbuang percuma sebagai
kotoran. Waktu perjalanan makanan dalam saluran pencernaan dari mulut sampai
dibuang dalam bentuk kotoran berkisar hanya 2 jam. Diterangkan Isra’, pada ternak
unggas satu jam makanan berada dalam usus halus dan melewati villi - villi
usus.
Dalam hal ini, enzim
diyakini dapat berperan dalam mempercepat reaksi perombakan, sehingga fraksi
makanan sudah dapat dirombak ke dalam bentuk yang siap diserap sebelum makanan
tersebut melewat villi – villi usus halus. Kata Isra’, hal ini karena enzim
memiliki fungsi dasar mempercepat reaksi biokima.
Berimbas pada Kesehatan
Tak hanya dari sisi
kecernaan. Secara tidak langsung, penambahan enzim dalam pakan berimbas pula
pada kesehatan ternak. Jelas Isra’, populasi mikroba dalam saluran pencernaan
akan meningkat ketika suplai nutrisi untuk mikroba selalu tersedia. Ketika
suplai nutrisi untuk mikroba dalam caeca dan usus berkurang, populasi bakteri
terutama bakteri pathogen akan menurun. Pengurangan suplai nutrisi untuk
mikroba dapat dilakukan dengan memaksimalkan pencernaan, sehingga sebagian
besar nutrisi dapat diapsorpsi kedalam tubuh ternak. Ini dapat mengurangi
suplai nutrisi untuk mikroba dalam caeca atau usus. Untuk fungsi tersebut enzim
dapat berperan.
Rendahnya kecernaan
ransum akan berdampak pada semakin tingginya fraksi nutrisi (seperti Nitrogen)
yang terbuang dalam bentuk kotoran. Ini akan meningkatkan konsentrasi N dalam
feses yang dengan bantuan urease akan membentuk amonia. Kandungan amonia yang
tinggi dalam kandang akan berdampak terhadap kesehatan ternak.
bagus
ReplyDeleteditunggu materi-materi berikutnya...
Bagus, ulasannya
ReplyDeleteDi tunggu postingan tentang dunia peternakan lainnya ya,, caiyo
good posting,,dengan ini saya dapat lebih tahu gunanya enzim pada kesehatan ternak
ReplyDeletebagus bgtz...
ReplyDelete