TUGAS BIOKIMIA
“Peranan Enzim Dalam Produk Peternakan”
Oleh
Uswtun Khasanatul Mauliddah C31120068
PROGRAM
STUDI PRODUKSI TERNAK
JURUSAN PETERNAKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013
PERAN ENZIM
DALAM INDUSTRI PAKAN TERNAK
1.
Proses Pencernaan Hewan Ternak
Pencernaan
adalah proses lanjutan dari pengambilan pakan (feed intake) oleh
makhluk hidup sebagai persiapan untuk proses penyerapan nutrien yang akan
dimanfaatkan lebih lanjut oleh sel tubuh. Dalam proses pencernaan terjadi
perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan selama di dalam alat
pencernaannya.
Proses
pencernaan pada hewan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu pencernaan
hidrolitik atau enzimatis dan pencernaan fermentatif.
Pencernaan
hidrolitik atau enzimatis: pencernaan yang dilakukan oleh
enzim-enzim pencernaan. Pada pencernaan hidrolitik ini polimer dipecah menjadi
monomer, misalnya karbohidrat dipecah menjadi glukosa, atau protein dipecah
menjadi asam amino.
Pencernaan
fermentatif: Proses pencernaan yang dilakukan atas bantuan mikroba.
Pada proses pencernaan fermentatif zat makanan dirombak menjadi senyawa lain
yang berbeda sifat kimianya sebagai zat intermediate.
Proses
pencernaan pada hewan berbeda satu dengan yang lainnya dan sangat berhubungan
dengan alat pencernaan yang dipunyai oleh hewan tersebut. Perbedaan alat
pencernaan hewan dapat dibedakan menjadi :
Pencernaan : Karnivora:
kelompok hewan pemakan daging (makanan asal hewan), mempunyai gigi taring untuk
mencabik makanannya, perutnya tunggal (monogastrik) dan sederhana
Herbivora : kelompok
hewan pemakan tumbuhan. Alat pencernaan herbivora lebih panjang dan lebih
kompleks serta telah mengalami modifikasi yang memungkinkan herbivora dapat
menggunakan serat (selulosa dan polisakarida lain seperti hemiselulosa) dalam
jumlah reletif banyak
Omnivora: kelompok
hewan yang memiliki berperut tunggal. Alat pencernaannya relatif lebih panjang,
lebih kompleks dan cecum-colonnya (usus besar) lebih berkembang karena
sebagian pakannya adalah nabati yang mengandung serat.
Monogastrik: hewan
berperut tunggal dan sederhana. Alat pencernaannya terdiri dari mulut,
esophagus, perut, usus halus, usus besar dan rektum. Sistem pencernaannya
disebut simple monogastric system.
Poligastrik: hewan berperut
ganda (kompleks) seperti ruminansia sejati (hewan yang mempunyai rumen) yaitu
sapi kerbau, kambing, domba, rusa, anoa, antelope dan pseudo-ruminant (onta,
llama). Sistem pencernaannya disebut pollygastric system.
Proses
pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan
proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi
menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perutjala), rumen (perut beludru), omasum
(perut bulu), dan abomasum (perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminasia,
rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan
retikulorumen. Omasum disebut sebagaiperut buku karena tersusun dari lipatan
sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi
pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan
elektrolit. Pada organ ini dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam
lemak terbang (Frances dan Siddon, 1993).
Termasuk organ
pencernaan bagian belakang lambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada
pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi aktivitas fermentasi.
Proses
pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi secara mekanis di mulut,
fermentatif oleh mikroba rumen dan secarahidrolis oleh enzim-enzim pencernaan.
Pada sistem
pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yang disebut memamah biak
(ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakanditahan untuk sementara di
dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada dalam rumen
dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali (proses
remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi). Selanjutnya
pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen. Kontraksi
retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses tersebut bermanfaat pula
untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan nutrien. Selain itu kontraksi
retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan digesta meninggalkan
retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice (Tilman et al. 1982).
2.
Pengertian Enzim dan cara Kerjanya
Enzim terdapat
secara alami pada semua organisme hidup dan berperan sebagai katalisator dalam
reaksi kimia. Istilah enzim mulai diperkenalkan pertama kali tahun 1878
oleh Kuhne yang mengisolasi senyawa enzim dari ragi sedangkan konsep kerja
enzim dikembangkan oleh Emil Fischer di tahun 1894 yang mempopulerkan istilah
“gembok dan kunci” untuk menjelaskan interaksi substrat enzim.
Saat ini lebih
dari 3000 enzim telah diidentifikasi. Seperti halnya protein, enzim juga
tersusun dari rantai asam amino. Enzim ini akan mempercepat reaksi kimia
dengan cara menempel pada substrat dan keseluruhan proses reaksi akan stabil
dan menghasilkan kompleks enzim substrat. Dengan bantuan enzim ini,
energi yang digunakan untuk menggerakan proses reaksi kimia menjadi lebih
kecil. Enzim akan bekerja pada kondisi lingkungan yang tidak mengubah
struktur aslinya yaitu yang paling baik pada suhu dan pH menengah.
Alasan utama
penggunaan enzim dalam industri makanan ternak adalah untuk memeperbaiki nilai
nutrisinya. Semua binatang menggunakan enzim dalam mencerna makanannya, dimana
enzim tersebut dihasilkan baik oleh biantang itu sendiri maupun oleh
mikroorganisme yang ada pada alat pencernaannya. Namun demikian proses
pencernaan tidak mencapai 100 % dari bahan makanan yang dicerna, karena itu
perlu ada suplemen enzim pada pakan untuk meningkatkan efisiensi pencernaannya.
Di dalam sistem
produksi peternakan, pakan ternak menempati komponen biaya yang paling besar
karena itu keuntungan peternakan akan tergantung dari biaya reltif dan biaya
nilai nutrisi pada makanan. Ada empat alasan utama untuk menggunakan
enzim dalam industri pakan ternak (Bedford dan Partridge, 2001) yaitu:
·
Untuk memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat di dalam campuran
makanan. Kebanyakan dari snyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim
endogeneous di dalam ternak, dapat mengganggu pencernaan normal.
·
Untuk meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat
pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim
pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu
mencerna (contoh: pospor dalam asam pitat)
·
Untuk merombak ikatan kimia khusus dalam bahan mentah yang biasanya tidak dapat
dirombak oleh enzim ternak itu sendiri.
·
Sebagai suplemen enzim yang diproduksi oleh ternak muda yang mana sistem
pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogeneous kemungkinan belum
mencukupi.
JENIS-JENIS
ENZIM DALAM INDUSTRI PAKAN TERNAK
Terdapat
empat type enzim yang mendominasi pasar pakan ternak saat ini yaitu enzim untuk
memecah serat, protein, pati dan asam pitat (Sheppi, 2001).
1.
Enzim Pemecah Serat
Keterbatasan
utama dari pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak
memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat
dari gandum, barley, rye atau triticale (sereal viscous utama), proporsi
terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan dan ß-glucan yang larut dan tidak
larut (White et al., 1983; Bedford dan Classen, 1992 diacu oleh Sheppy,
2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin
yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi dan karena itu menurunkan pertumbuhan
hewan.
Kandungan serat
pada gandum dan barley sangat bervariasi tergantung pada varitasnya, tempat
tumbuh, kondisi iklim dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan variasi
nilai nutrisi yang cukup besar di dalam ransum makanan. Untuk memecah
serat, enzim-enzim xylanase dan ß-glucanase) dapat menurunkan tingkat variasi
nilai nutrisi pada ransum dan dapat memberikan perbaikan dari pakan ternak
sekaligus konsistensi responnya pada hewan ternak. Xylanase dihasilkan
oleh mikroorganisme baik bakteri maupun jamur.
Penelitian
pemanfaatan xilanase untuk membuat ransum ayam boiler telah dilakukan oleh Van
Paridon et al. (1992), dengan melihat penga-ruhnya terhadap berat yang
dicapai dan efisiensi konversi makanan ser-ta hubungannya dengan viskositas
pencernaan. Hal yang sama juga di-lakukan oleh Bedford dan Classen (1992), yang
melaporkan bahwa ransum makanan ayam boiler yang diberi xilanase yang berasal
dari T.longibrachiatum mampu mengurangi viskositas pencernaan,
sehingga meningkatkan pencapaian berat dan efisiensi konversi makanan.
Pius
P Ketaren, T. Purwadaria dan A. P Sinurat dari Balai Penelitian Ternak, Bogor,
juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh suplementasi
enzim pemecah serat kasar terhadap penampilan ayam pedaging. Suplementasi
diberikan dengan menambahkan enzim xilanase kedalam ransum basal dedak atau
polar. Penelitian ini menggunakan 120 anak ayam pedaging umur sehari yang
dialokasikan secara acak kedalam 20 kandang yang masing-masing berisi 6 ekor. Ayam-ayam
tersebut dikenai 4 perlakuan. Perlakuan I, ayam diberi ransum basal 30% dedak
(RBD). Perlakuan II, ransum RBD + 0,01% enzim xilanase (RBD + E). Perlakuan III
diberi ransum basal 30% polar (RBP) dan perlakuan IV dengan ransum RBP + 0,01%
enzim xilanase (RBP + E). Setiap perlakuan diulang 5 kali dan tiap ulangan
terdiri dari 6 ekor. Seluruh kandang/pen ditempatkan dalam bangunan tertutup
yang dilengkapi dengan lampu penerang, pemanas dan pengatur sirkulasi udara,
yang diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan ransum dan air minum disediakan
secara tak terbatas. Anak ayam juga divaksin pada umur 4 dan 21 hari untuk
mencegah ND dan pada umur 14 hari untuk mencegah Gumboro. Konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan (PBB), feed conversion ratio (FCR) dan mortalitas
digunakan sebagai parameter dan diukur setiap minggu selama 5 minggu perlakuan.
Hasil
riset memperlihatkan PBB ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan
suplementasi enzim cenderung tumbuh lebih cepat dibanding ayam pedaging yang memperoleh
ransum lain. Dalam penelitian ini, suplementasi enzim xilanase sebanyak 0,01%
kedalam ransum basal dedak maupun polar tidak berpengaruh negatif terhadap
penampilan broiler. Hal ini tampak dari tidak adanya mortalitas selama
penelitian berlangsung. FCR ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan
suplementasi enzim secara nyata lebih baik dibanding ransum FCR ayam pedaging
yang diberi ransum lain.
Berdasarkan
penampilan ayam pedaging tersebut terlihat bahwa suplementasi enzim kedalam
ransum basal polar mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sekitar 4%,
sebaliknya suplementasi enzim kedalam ransum basal dedak tidak mampu
memperbaiki efisiensi penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan bahwa
enzim xilanase yang digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila
digunakan pada polar, yang diketahui mengandung lebih banyak
xilan/pentosan atau glucan dibanding dedak.
Peningkatan
penampilan ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi
enzim xilanase ini, kemungkinan juga berkaitan dengan peningkatan kecernaan
protein dan lemak disamping kenaikan kecernaan serat kasar. Dengan peningkatan
kecernaan gizi dan pertumbuhan unggas tersebut, dapat mendorong peningkatan
penggunaan bahan pakan lokal yang tersedia di dalam negeri. Kondisi
ini diharapkan akan mampu meningkatkan kemandirian perunggasan nasional.(www.poultryindonesia.com)
2.
Enzim Pemecah Protein
Berbagai bahan
mentah yang digunakan sebagai bahan pakan ternak mengandung protein.
Terdapat variasi kualitas dan kandungan protein yang cukup besar dari
bahan mentah yang berbeda. Dari sumber bahan protein primer seperti
kedelai, beberapa faktor anti nutrisi seperti lectins dan trypsin inhibitor dapat
memicu kerusakan pada permukaan penyerapan, karena ketidaksempurnaan proses
pencernaan. Selain itu belum berkembangnya sistem pencernaan pada hewan
muda menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan protein yang besar di dalam
kedelai (glycin dan ß-conglycinin).
Penambahan
protease dapat membantu menetralkan pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi
berprotein dan juga dapat memecah simpanan protein yang besar menjadi molekul
yang kecil dan dapat diserap.
3.
Enzim pemecah Pati
Jagung merupakan
sumber pati yang sangat baik sehingga para ahli gizi menyebutnya sebagai bahan
mentah standard emas. Sebagian besar ahli gizi tidak mempertimbangkan
pencernaan jagung adalah jelek: kenyataannya bahwa 95 % dapat
dicerna. Namun hasil penelitian Noy dan Sklan (1994) yang diacu oleh
Sheppi (2001), pati hanya dicerna tidak lebih dari 85 % pada ayam broiler umur
4 dan 21 hari. Penambahan enzim amylase pada makanan ayam dapat membantu
mencerna pati lebih cepat di intestin yang kecil dan pada gilirannya dapat
memperbaiki kecepatan pertumbuhan karena adanya peningkatan pengambilan
nutrisi.
Pada masa
aklimatisasi, anak ayam sering menderita shok karena perubahan nutrisi,
lingkungan dan status imunitasnya. Penambahan amilase, biasanya juga
bersamaan dengan penambahan enzim lain, untuk meningkatkan produksi enzim
endogeneous telah terbukti dapat memperbaiki pencernaan nutrisi dan
penyerapannya.
4.
Enzim Pemecah Asam pitat
Phospor
merupakan unsur esensial untuk semua hewan, karena diperlukan untuk
mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan juga pertumbuhan. Swine dan
Unggas hanya dapat mencerna Phospor dalam bentuk asam pitat yang terdapat dalam
sayur sekitar 30-40 %. Phospor yang tidak dapat dicerna akan keluar
bersama kotoran (feces) dan menimbulkan pencemaran.
Enzim pytase
dapat memecah asam pytat, maka penambahan enzim tersebut pada pakan ternak akan
membebaskan lebih banyak phospor yang digunakan oleh hewan.
Enzime phytase
banyak dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti nutrisi asam phitat.
Penggunaan enzime phytase dalam pakan akan mengurangi keharusan
penambahan sumber-sumber fosfor anorganik mengingat fosfor asal
bahan baku tumbuhan terikat dalam asam phitat yang mengurangi ketersediaannya
dalam pakan. Padahal suplementasi fosfor anorganik misalnya mengandalkan di
calcium phosphate maupun mono calcium phosphate relatif mahal belakangan ini.
Di samping itu, fosfor yang terikat dalam asam phitat yang tidak bisa dicerna
sempurna oleh sistem pencernaan hewan monogastrik akan ikut dalam feses dan
menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah. Fosfor adalah tidak
terurai dalam tanah sehingga dalam jangka panjang, pembuangan feses dengan
kandungan fosfor tinggi akan menimbulkan masalah bagi tanah.
Terdapat dua
keuntungan menggunakan phytase dalam pakan ternak yaitu (1) pengurangan biaya
pakan dari pengurangan suplemen P pada makanan dan (2) pengurangan polusi dari
berkurangnya limbah melalui feces.
Sumber Phytase
Phytase dapat
dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu 6-phytase dan 3-phytase.
Penggolongan ini berdasarkan pada tempat awal molekul phytat
dihidrolisis. 6-phytase umumnya ditemukan dalam tanaman, sedangkan
3-phytase dihasilkan oleh jamur (mikroorganisme) (Dvorakova, 1998, diacu oleh
Maenz, 2001).
1.
Phytase Tanaman
Hampir semua
tanaman mempunyai aktivitas phytase namun jumlah dan aktivitasnya sangat
bervariasi cukup besar antar tanaman. Eeckhout dan De Paepe (1994) telah
mengevaluasi level phytase pada 51 feedstuffs yang digunakan di Belgia dan menyimpulkan
bahwa aktivitas phytase terdapat pada biji sereal seperti rye, triticale,
gandum, barley sedangkan feedstuff lainnya termasuk kedelai mengandung
aktivitas phytase yang sangat rendah (Maenz, 2001). Kandungan P pada
wheat untuk makanan unggas berkisar 45 sampai 70 % (Barrier-Guillot et al,
1996, diacu oleh Maenz, 2001). Lebih lanjut Barrier-Guillot et al., 1996)
mengukur aktivitas phytase pada 56 contoh gantung yang tumbuh di Perancis tahun
1992 dan mendapatkan variasi aktivitas phytase antara 206 sampai 775 mU per
gram.
Studi yang
dilakukan oleh Kemme et al., (1998) diacu oleh Maenz (2001) terhadap degradasi
asam pitat pada pencernaan babi (pigs) menunjukkan bahwa, bila diberi makan
jagung, maka tingkat degradasinya adalah 3 %, phytase pada jagung 91 unit/kg,
diberi makan campuran jagung-barley, tingkat degradasinya 31 %, phytase pada
campuran gandum-barley 342 unit/kg dan jika diberi makan campuran
gandum-barley, tingkat degradasinya 47 %, kandungan phytase pada campuran ini
adalah 1005 unit/kg. Studi ini menunjukkan bahwa tingginya kandungan
phytase pada gandum dan barley dapat membantu meningkatkan tingkat kecernaan
asam phytat pada hewan.
2.
Phytase Mikroorganisme
Enzime
hydrolitik yang menguraikan asam phytat dihasilkan oleh berbagai macam
mikroorganisme. Dvorakova (1998) yang diacu oleh Maenz (2001) mengatakan
bahwa ada 29 jenis jamur, bakteri dan ragi yang menghasilkan enzime
phytase. Dari 29 jenis tersebut, 21 jenis diantaranya menghasilkan enzime
phytase extraceluler. Strain jamur Aspergilus
niger menghasilkan aktivitas phytase extraseluler yang tinggi (Volfova et
al., 1994) yang diacu oleh Maenz (2001).
TANTANGAN
PENGGUNAAN ENZIM PADA INDUSTRI PAKAN TERNAK DIMASA YANG AKAN DATANG
Enzim mempunya
sifat yang unik, akan menunjukkan aktivitasnya pada kondisi lingkungan yang
cocok, baik pH maupun Suhu. Masing-masing jenis enzim mempunya kisaran pH
dan suhu optimalnya. Pelet pakan ternak dibuat melalui proses pemanasan pada
suhu tinggi, karena itu kestabilan enzim terhadap perlakuan panas pada industri
pakan sangat diperlukan.
Enzim bekerja
sebagai katalisator untuk mempercepat suatu proses reaksi kimia, karena itu
aktivitasnya juga akan ditentukan oleh dosis enzim itu sendiri. Pemberian
enzim exogeneous harus mempertimbangkan juga enzim endogeneous yang sudah ada
pada hewan, karena itu sebelum membuat formulasi produk harus dilakukan
penelitian terlebih dahulu dan dilihat performance hewannya pada berbagai
tingkatan umur.
Metoda analisis
yang mudah dan tepat untuk menentukan jumlah enzim yang aktif juga
merupakan suatu tantangan yang perlu mendapatkan perhatian dari para
ilmuwan, Dengan adanya metode analisis yang akurat dan cepat makan akan
sangat mempermudah pembuatan formulasi produk pakan ternak.
Walaupun telah
terbukti bahwa suplemen enzim dapat meningkatkan produksi ternak, namun karena
untuk mendapatkan enzim itu sendiri tidak mudah maka produk pakan ternak
berenzim harganya menjadi mahal, karena itu komponen biaya lain dari produksi
pakan sedapat mungkin dapat ditekan sehingga akan menurunkan harga pakan ternak
berenzim. Hal lain yang perlu dilakukan adalah melakukan penelitian untuk
mendapatkan enzim secara mudah dan murah.
Indonesia
merupakan negara yang mempunya julukan megadiversiti, karena itu explorasi
untuk mendapatkan sumber penghasil enzim baru sangat dimungkinkan, baik
dari jamur maupun bakteri. Saat ini belum banyak enzim termostabil yang
dihasilkan dari Indonesia, padahal sumber-sumber baik bakteri maupun jamur dari
lokasi kawah sangat berlimpah
semangat dalam mengerjakan laporan
ReplyDeleteIni adalah Bpk. Benjamin yang menghubungi rincian Email, lfdsloans@outlook.com. / lfdsloans@lemeridianfds.com Atau Whatsapp 1 989-394-3740 yang membantu saya dengan pinjaman 90.000,00 Euro untuk memulai bisnis saya dan saya sangat bersyukur, sangat sulit bagi saya di sini untuk mencoba membuat hal-hal sebagai ibu tunggal tidak mudah dengan saya tetapi dengan bantuan Le_Meridian memberikan senyum di wajah saya ketika saya melihat bisnis saya tumbuh lebih kuat dan berkembang juga. Saya tahu Anda mungkin terkejut mengapa saya meletakkan hal-hal seperti ini di sini tetapi saya benar-benar harus mengucapkan terima kasih jadi siapa pun yang mencari bantuan keuangan atau melalui kesulitan dengan bisnis yang ada atau ingin memulai proyek bisnis dapat melihat hal ini dan memiliki harapan untuk keluar dari kesulitan..Terima Kasih.
ReplyDelete